Perburuan Cawapres Semakin Signifikan


Berikut adalah artikel atau berita yang terjadi di nasional dengan judul Perburuan Cawapres Semakin Signifikan yang telah tayang di pkv1qq.me terimakasih telah menyimak. Bila ada masukan atau komplain mengenai artikel berikut silahkan hubungi email kami di [email protected], Terimakasih.

Apabila penetapan ketiga tokoh capres di atas benar-benar berlanjut hingga resmi ditetapkan sebagai peserta pilpres mendatang, persaingan ketiga capres dipastikan bakal kompetitif. Pasalnya, pencermatan terhadap performa ketiganya dalam penguasaan arena politik belum tampak dominan. Tidak ada satu pun tokoh yang mampu menguasai separuh bagian calon pemilih. Jarak keterpautan dukungan di antara ketiganya juga terbilang relatif dekat dan masih memungkinkan terjadi pergeseran penguasaan dukungan.

Mengacu pada hasil survei Litbang Kompas periode terakhir, Januari hingga Februari 2023, misalnya, menguatkan potensi perubahan. Kendati Ganjar menguasai dukungan paling besar, berkisar dalam rentang 25,3-37,0 persen, kualitas dukungan yang dikuasainya itu masih tergolong rentan. Di balik besaran dukungan yang dikuasainya itu, tidak semua tergolong loyal (strong voter). Tak kurang dari separuh pendukung Ganjar tergolong ”pendukung kurang loyal” (swing voter), yang dapat berpindah sewaktu-waktu sejalan dengan dinamika politik.

Baca juga:

> Keputusan PDI-P Usung Ganjar Dapat Ubah Koalisi

> Serba Mendadak di Batutulis Saat Pengumuman Ganjar sebagai Capres PDI-P

Terbukti, penolakan Ganjar terhadap kehadiran timnas U-20 Israel dan selanjutnya pembatalan Indonesia sebagai tempat penyelenggaraan kejuaraan dunia sepak bola usia 20 tahun menggoyahkan posisi politik dirinya. Pada kasus tersebut diprediksi berkisar 11,4-18,8 persen para pemilih kurang loyal mengalihkan dukungan kepada sosok capres lain. Beberapa lembaga survei bahkan menunjukkan penurunan riil dukungan Ganjar. Saat yang bersamaan, pesaing terdekatnya, Prabowo, potensial mengambil alih posisi teratas.

Sedemikian kompetitifnya peta persaingan sekaligus juga mengindikasikan adanya keterbatasan dari ketiga tokoh capres dalam penguasaan arena politik. Guna perluasan basis penguasaan pemilih, kehadiran sosok calon wakil presiden (cawapres) menjadi signifikan.

Baca juga: Dari Batutulis, Ganjar Akhirnya Dirilis

Dalam konteks penguasaan arena politik pemilu, kehadiran pasangan cawapres yang dimaksud tentu saja merupakan sosok dengan kelengkapan penguasaan modal politik yang dapat diberdayakan, hingga mampu meningkatkan jumlah dukungan pemilih. Modal politik yang dikuasainya itu, baik berupa penguasaan terhadap kapital ekonomi, simbolik, sosial, maupun kapital budaya, menjadi daya pikat tiap-tiap cawapres dalam memengaruhi pemilih di setiap arena politik, baik yang tersebar di Jawa maupun luar Jawa.

Semakin lengkap penguasaan dan pemberdayaan segenap kapital yang dimiliki setiap pasangan cawapres, semakin signifikan perannya dalam menutup segenap celah keterbatasan pasangan capres.

Baca juga: Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres

Celah keterbatasan

Persoalannya kini, dari seluruh arena pertarungan politik, apa yang menjadi celah keterbatasan dari tiga sosok capres di atas? Begitu pula dari berbagai tokoh rujukan yang dianggap publik layak sebagai cawapres, siapa saja dan kelengkapan modal apa yang dimiliki setiap tokoh tersebut hingga mampu melengkapi kekuatan yang dimiliki ketiga nominator capres?

Merujuk hasil survei, baik Ganjar, Prabowo, maupun Anies memiliki karakter penguasaan arena pemilih yang relatif berbeda. Ganjar, misalnya, pendukungnya lebih terkonsentrasi di Pulau Jawa, dan lebih khusus lagi di Jawa Tengah serta Jawa Timur. Di luar Jawa, hanya pada wilayah Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan yang signifikan. Adapun dukungan di Jawa Barat, Banten, sebagian besar Sulawesi, dan sebagian Sumatera tampak rendah.

Selain itu, pencermatan terhadap latar belakang identitas dan kehidupan sosial ekonomi pendukungnya menunjukkan Ganjar banyak didukung oleh kaum muda, tetapi kurang pada kalangan yang berusia dewasa produktif (41-60 tahun). Pada sisi lain, kaum perempuan yang menjadi pendukungnya pun tergolong rendah. Dengan berbagai catatan inilah, peran kehadiran pasangan cawapres diperlukan Ganjar.

Tuntutan kebutuhan pasangan cawapres agak berbeda pada Prabowo dan Anies. Prabowo, misalnya, lantaran Jawa Barat dan Banten telah menjadi wilayah basis dukungan dan begitu pula di luar Jawa seperti Sumatera dan Sulawesi yang terbilang cukup besar, maka pasangan cawapres dengan potensi penguasaan Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI, dan sebagian luar Jawa perlu menjadi kebutuhan prioritas. Kehadiran pasangan cawapres bagi Prabowo akan menjadi lengkap lagi jika sosok terpilih memiliki potensi penarik dukungan dari kalangan perempuan yang menjadi celah keterbatasan pendukungnya selama ini.

Sementara Anies, yang pendukungnya lebih banyak terkonsentrasi di Jawa Barat, DKI, sebagian besar Sumatera dan Sulawesi, memiliki banyak keterbatasan penguasaan dukungan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan kawasan Indonesia bagian timur. Dari sisi identitas serta latar belakang kondisi sosial ekonomi pendukungnya, tampak pula jika basis dukungan Anies cenderung terkonsentrasi pada kalangan berpendidikan tinggi, berusia dewasa produktif (41-60 tahun), serta lebih banyak kalangan perempuan.

Opsi cawapres

Tinggal persoalannya kini, siapakah tokoh politik yang berpeluang menutupi celah keterbatasan ketiga capres itu?

Sejauh ini, dengan merujuk hasil survei elektabilitas, paling tidak terdapat 10 tokoh politik yang dipandang publik layak menjadi pasangan dari ketiga capres itu. Kesepuluh tokoh ini memiliki beragam latar belakang dan kekuatan politik yang berbeda-beda.

Hal itu, antara lain, para tokoh yang selama ini menjadi pemimpin partai politik, seperti Agus Harimurti Yudhoyono dan Airlangga Hartarto yang juga berlatar belakang menteri kabinet. Terdapat pula para menteri berlatar pengusaha, seperti Sandiaga Uno dan Erick Thohir. Begitu pun kehadiran tokoh berlatar kepala daerah, seperti Ridwan Kamil dan Khofifah Indar Parawansa. Bahkan, tidak menutup pula kemungkinan, seperti yang diinginkan sebagian pemilih, jika ketiga sosok capres di atas diposisikan pula sebagai cawapres ataupun disatukan dalam paket pasangan capres dan cawapres.

Baca juga: Ganjar, Prabowo, dan Intensi Presiden Jokowi untuk Jadi ”King Maker”

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Dari setiap sosok yang dinominasikan sebagai cawapres, tampak pula potensi kekuatan modal yang dapat diberdayakan dalam menutupi celah keterbatasan ketiga sosok capres ataupun potensi perluasan penguasaan arena politik.

Sebagai gambaran, dengan memilih pasangan cawapres berlatar belakang kepala daerah seperti Ridwan dan Khofifah, misalnya, keterbatasan capres dalam penguasaan arena politik di Jawa Barat dan Jawa Timur potensial tertutupi mengingat hasil survei menunjukkan preferensi publik pada kedua sosok tersebut terbilang tinggi di daerahnya.

Pada kombinasi yang lain, menempatkan para menteri kabinet, baik Sandiaga, Erick, Mahfud MD, maupun Airlangga, sebagai cawapres juga memiliki beberapa kelebihan. Selain kapasitas modal dan potensi penarik dukungan pemilih dari setiap arena politik yang diperebutkan, tiap-tiap tokoh tersebut juga mampu menutup celah keterbatasan setiap lapis identitas ataupun latar belakang sosial ekonomi pemilih pada setiap capres. Dapat dikatakan, dengan segenap modal politik dan potensi penguasaan yang ditunjukkan, tampilnya beragam tokoh politik sebagai cawapres tidak hanya menambah bobot persaingan pemilu menjadi semakin kompetitif, tetapi juga mempertebal peluang keberhasilan.

Artikel atau berita di atas tidak berkaitan dengan situasi apapun, diharapkan bijak dalam mempercayai atau memilih bacaan yang tepat. Terimakasih.